"Semakin halus dan sulit pembuatan motifnya, dan lama proses pewarnaannya, maka harganya semakin mahal."agi Anda pecinta batik, nama batik gentong mungkin sudah tak asing lagi. Batik yang dalam proses pewarnaanya dilakukan dengan merendam kain di dalam gentong itu kini semakin diminati konsumen.
Hal itu terlihat dari beberapa pengusaha batik yang menjual batik asal Madura itu di pameran yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center beberapa waktu lalu. Di antaranya adalah Rosidi. Pria asal Bangkalan itu, mulai terjun memproduksi batik gentong sejak 2003.
Diakuinya, tak mudah untuk menghasilkan batik gentong karena proses pembuatannya yang lama berbeda dengan batik tulis lainnya. Dia mencontohkan, dalam pembuatan motif, pengrajin harus langsung membuat motif dengan canting di atas kain mori tanpa gambar pola terlebih dahulu.
Pengerjaannya seperti melukis sesuai dengan yang diinginkan atau permintaan konsumen. Pembatik harus sangat hati-hati dan detail dalam membalik, salah sedikit akan terlihat dengan jelas di kain. Produk batik yang dihasilkannya berupa sarung dan carik.
Pelanggan Rosidi banyak tersebar di beberapa wilayah khususnya di Bangkalan, Surabaya dan Jakarta. Harga yang dipasarkannya pun relatif terjangkau dengan kisaran Rp75O.OOO untuk kain sarung dan Rpl juta ke atas untuk kain carik.
Lain lagi dengan pasangan Muhammad Ruslan, 58 tahun dan Sri Hartauk, 52 tahun yang tinggal di Sampang. Mereka mulai usaha sejak 1982. Ruslan yang senang dengan batik memulai usahanya dengan berjualan keliling dari satu kampung ke kampung lain.
Waktu itu, kenang Ruslan yang berasal dari turunan pembatik, pembayarannya dilakukan secara mencicil. Ayah empat anak itu menjual batik gentong dan batik tulis. Batik itu ada yang dia produksi sendiri dan ada pula dari pembatik lain.
Langkah memperluas pemasaran dengan menawarkan batik itu ke kantor-kantor. Pada masa itu, saat batik belum booming seperti saat ini. Ruslan yang sarjana Ketatanegaraan Universitas Brawijaya sudah memasarkan batik untuk anak muda yang masing enggan memakai balik.
Menyasar anak muda
Karena anak muda suka memakai kaosoblong, kata Ruslan, maka muncul ide untuk menggunakan kaos oblong sebagai media untuk memasyarakatkan batik kepada generasi muda.
Dari pembuatan kaos oblong bermotif batik itu, katanya, permintaan pun meningkat dan anak mulai memakai kaos bermotif batik. Selain itu, dia juga mendapat inspirasi dari jaket batik yang dibuat oleh perancang mode Ramli. Dia pun mencoba meningkatkan daya pakai kain batik dengan membuat jaket batik. Permintaannya juga cukup lumayan.
Pasangan yang memiliki show room di Jl Nuri 9 Sampang, Madura itu, semakin banyak dikenal masyarakat. Dia memberi nama produknya dengan Nuri Collection sesuai dengan alamat show mom-nya yang berada di tempat tinggalnya.
Seiring dengan perjalanan waktu, Sri tidak hanya menjual produksinya sendiri, tapi bertindak sebagai pengumpul dari usaha kecil dan mikro di lingkungannya. Dia menjadi ujung tombak untuk memasarkan batik hasil produksi penduduk di sekitarnya. Produk yang dipasarkannya juga dilengkapi dengan batik tulis dari kabupaten lain di Madura.
Kain batik yang dijualnya tidak hanya batik gentong, juga batik tulis. Komposisinya terdiri dari 10% batik gentong dan 90% batik tulis. Batik gentong itu dijual dengan harga Rp750.000-Rp7,5 juta karena proses pembuatannya lama. "Semakin halus dan sulit pembualan motifnya, dan lama proses pewarnaannya, maka harganya semakin mahal."
Sri yang lebih banyak berperan dalam bisnis tersebut sering mengikuti pameran kerajinan di Jakarta, sehingga penjualannya pun bertambah luas. Dia memasok kain batik Madura ke Surabaya, Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta.
Setiap mengikuti pameran, katanya, penjualannya cukup bagus. Pada pameran Inacraft, katanya, dia bisa menjual sekitar 700-800 potong dari 1.500 potong yang dipasarkan. Penjualan baliknya bisa mencapai Rp30 juta-RpSO juta per bulan. Dari modal usaha keliling kini berkembang dengan omzet sampai pukuhan juga per bulan.
0 komentar:
Posting Komentar