Kecelakaan pelayaran nasional yang cukup tragis di Indonesia adalah tenggelamnya kapal motor penumpang KMP Tampomas II di sekitar kepulauan Masalembo (114°25′60″BT — 5°30′0″LS) Laut Jawa (termasuk ke dalam wilayah administratif provinsi Jawa Timur). KMP Tampomas II terbakar di laut dan karam pada tanggal 27 Januari 1981, merenggut ratusan nyawa penumpangnya.
Pelayaran Perdana
KM Tampomas II milik Pelni ini baru melakukan pelayaran perdananya pada bulan Mei 1980. Tapi bukan berarti ini kapal baru. Tampomas II berlayar dari pelabuhan Tanjung Priok Jakarta hari Sabtu 24 Januari pukul 19.00 menuju Sulawesi dengan membawa 191 kendaraan roda empat, 200-an sepeda motor di atas kapal dan 1054 penumpang terdaftar serta 82 kru kapal. Perkiraan mengatakan total manusia di kapal tersebut adalah 1442 orang (perkiraan tambahan penumpang gelap). Dalam kondisi badai laut di malam hari tanggal 25 Januari beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, diduga percikan api timbul dari puntung rokok yang melalui kipas ventilasi yang menjadi penyebab kebakaran. Para kru melihat dan gagal memadamkannya dengan tabung pemadam kebakaran portable. Api menjalar ke dek lain yang berisi muatan yang mudah terbakar, asap menjalar melalui jalur ventilasi dan tidak berhasil ditutup. Api semakin menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Selama dua jam tenaga utama mati, generator darurat pun gagal dan usaha memadamkan api seterusnya sudah tidak mungkin.
Tigapuluh menit setelah api muncul para penumpang diperintahkan untuk segera menaiki sekoci, hal ini pun sangat lambat sebab hanya satu jalan bagi penumpang untuk diturunkan ke sekoci. Sebagian penumpang terjun bebas ke laut menghindari kobaran api, sebagian lagi menunggu di dek dan panik menunggu pertolongan selanjutnya.
Di tanggal 26 Januari Laut Jawa mengalami hujan deras, api menjalar ke ruang mesin di mana terdapat ruang bahan bakar yang tidak terisolasi. Pagi hari 27 Januari terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke ruang mesin (ruang propeler dan ruang generator terisi air laut), yang membuat kapal menjadi miring 45° dan tenggelam 30 jam sejak percikan api pertama menjalar.
Sampai tanggal 29 Januari tim SAR gagal melakukan pencarian karena besarnya badai laut, dan 5 hari kemudian 80 orang yang selamat dalam sekoci ditemukan 150Km dari lokasi kejadian karamnya Tampomas. Estimasi tim menyebutkan 431 tewas (143 ditemukan mayatnya dan 288 hilang/karam bersama kapal) dan 753 berhasil diselamatkan. Sumber lain (pemerintah?) menyebutkan 666 tewas.
Iwan Fals pun kemudian menulis lagu Celoteh Camar Tolol dan Cemar.
Api menjalar dari sebuah kapal
Jerit ketakutan keras melebihi
Gemuruh gelombang yang datang
Jerit ketakutan keras melebihi
Gemuruh gelombang yang datang
Sejuta lumba-lumba mengawasi cemas
Risau camar membawa kabar Tampomas terbakar
Risau camar memberi saran Tampomas Dua tenggelam
Risau camar membawa kabar Tampomas terbakar
Risau camar memberi saran Tampomas Dua tenggelam
Asap kematian dan bau daging terbakar
Terus menggelepar dalam ingatan
Hati kurasa bukan takdir Tuhan
Terus menggelepar dalam ingatan
Hati kurasa bukan takdir Tuhan
Karena aku yakin itu tak mungkin
Korbankan ratusan jiwa
Mereka yang belum tentu berdosa
Korbankan ratusan jiwa
Demi peringatan manusia
Bukan bukan itu
Aku rasa kita pun tahu
Petaka terjadi
Karena salah kita sendiri
Datangnya pertolongan yang sangat diharapkan
Bagai rindukan bulan
Lamban engkau pahlawan
Celoteh sang camar
Bermacam alasan tak mau kami dengar
Di pelupuk mata hanya terlihat
Di pelupuk mata hanya terlihat
Derita dan jerit penumpang kapal
Tampomas… sebuah kapal bekas
Tampomas… terbakar dilaut bebas
Tampomas… penumpang terjun bebas
Tampomas… beli lewat jalur culas
Tampomas… hati siapa yang tak panas
Tampomas… kasus ini wajib tuntas
Tampomas… orang-orang jadi amblas
Tampomas… terbakar dilaut bebas
Tampomas… penumpang terjun bebas
Tampomas… beli lewat jalur culas
Tampomas… hati siapa yang tak panas
Tampomas… kasus ini wajib tuntas
Tampomas… orang-orang jadi amblas
Latar Belakang KMP Tampomas II
Kapal yang dinakhodai oleh Kapten Abdul Rifai ini merupakan kapal pembelian dari Jepang. Isu yang beredar adalah kapal motor yang sudah berumur lebih dari 25 tahun yang dibeli dari Jepang (Screw Steamer 6073 tahun 1956 berukuran 6140 GRT [wikipedia]) yang dimodifikasi tahun 1971. KM Tampomas II dengan bobot mati 2420 ton dan mampu mengangkut penumpang 1250 sampai 1500 orang ini adalah kapal bekas yang dibeli oleh PT. PANN (Pengembangan Armada Niaga Nasional, BUMN) dari Komodo Marine Jepang. Dan PT. Pelni membeli secara mengangsur selama sepuluh tahun kepada PT. PANN. Hasil investigasi kapal tersebut adalah kapal bekas yang dipoles dan dijual dengan harga dua kali lipatnya.
Tindak Lanjut Pihak Pemerintah
Tak ada pejabat yang bertanggung jawab, semuanya berujung dengan kesalahan awak kapal. Hasil penyidikan Kejaksaan Agung yang menugaskan Bob Rusli Efendi Nasution sebagai Kepala Tim Perkara pun tidak ada tuntutan kepada pejabat yang saat itu memerintah, salah satunya J.E. Habibie sebagai Sekretaris Ditjen Perla. Skandal ini kemudian ditutup-tutupi oleh pemerintahan Suharto-Habibie, kendati banyak tuntutan pengusutan dari sebagian anggota parlemen. Dalam suatu acara dengar pendapat yang diadakan oleh DPR-RI tentang kasus ini, Menteri Perhubungan menolak permintaan para wakil rakyat untuk menunjukkan laporan Bank Dunia yang merinci pembelian kapal bekas seharga US$8.5juta itu. Makelar kapal Tampomas II - Gregorius Hendra yang mengatur kontrak pembelian antara Jepang dan pemerintah Indonesia itu juga lepas dari tuntutan Kejaksaan Agung.
Setelah Tampomas pelayaran nasional mulai diwadahi dengan kapal yang lebih besar dan cukup mewah yaitu Kerinci, Kambuna, Umsini dan Rinjani. Dua kali saya pernah nongkrong 25 jam di dek belakang ruang kemudi KMP Rinjani selama perjalanan Tanjung Perak - Makassar, juga perjalanan pulangnya. Sekarang KMP Rinjani dihibahkan kepada TNI Angkatan Laut oleh PT Pelni.
Kapt. Abdul Rivai Sang Patriot
Mungkin yang paling patut dipuji bahkan dijadikan pahlawan adalah Kapten Kapal Tampomas II ini sendiri. Kapt. Abdul Rivai. Komitmen dan dedikasinya sungguh sangat menggetarkan. Dalam keterbatasannya, dialah yang paling sibuk menyelamatkan penumpang lain tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri, saat ABK lain malah melarikan diri pada saat-saat awal.
Saat kapal sudah mulai miring, Kapt. Abdul Rivai masih tampak sibuk membagikan pelampung ke para penumpang yang tidak berani terjun ke laut. Bahkan di detik-detik terakhir saat kapal mulai tenggelam Kapt. Abdul Rivai masih terlihat berada di anjungan kapal sambil berpegangan pada kusen jendela. Benar-benar seorang kapten kapal yang memegang teguh janjinya untuk menjadi orang terakhir yang meninggalkan kapal saat terjadi bencana.
Namun malangnya, jenazah Kapt. Abdul Rivai sempat dikuburkan sebagai orang tak dikenal. Untunglah dari tim penyelamat ada yang teringat akan cincin bertuliskan nama Hasanah, istri Kapt. Abdul Rivai, yang dikenakan salah satu jenazah tak dikenal. Jasad Capt. Abdul Rivai akhirnya dimakamkan kembali di taman makam pahlawan Kalibata Jakarta.
Aksi heroik Kapt. Abdul Rivai memberikan inspirasi kepada penyanyi dan penulis lagu terkenal Ebiet G. Ade untuk menulis sebuah lagu yang didedikasikan kepada sang Kapten. Di kemas dalam album kelima Ebiet G. Ade yang diluncurkan di tahun 1982 bertajuk "Langkah Berikutnya". Lagu itu berjudul "Sebuah Tragedi 1981".
Dia nampak tegah berdiri, gagah perkasa
Berteriak tegas dan lantang, ia nakhoda
Sebentar gelap hendak turun
Asap tebal rapat mengurung
Jeritan yang panjang, rintihan yang dalam,
derak yang terbakar, dia tak diam
du du du du du du du du du du du du
Dia nampak sigap bergerak di balik api
Seperti ada yang berbisik, ia tersenyum
Bila bersandar kepadaNya
terasa ada tangan yang terulur
Bibirnya yang kering serentak membasah
Tangannya yang jantan tak kenal diam
Bertanya kepadaNya, "Mesti apalagi?"
Semua telah dikerjakan tak ada yang tertinggal
Geladak makin terbenam, ho harapan belum pudar
Masih ada yang ditunggu mukjizat dariNya
Atau bila segalanya harus selesai
Pasrah terserah kepadaNya
Dia nampak duduk terpekur tengah berdoa
Ia hadirkan semua putranya, ia pamitan
Tanggung jawab yang ia junjung dan rasa kemanusiaan
ia telah bersumpah selamatkan semua
ia rela berkorban jiwa dan raga
du du du du du du du du du du du du
Di tengah badai pusaran air tegak bendera
Ia tlah gugur begitu jantan, ia pahlawan
Pengorbanannya patut dikenang, jasa-jasanya pantas dicatat
Taburkanlah kembang di atas kuburnya
Berbelasungkawa bagi pahlawan
Dibalik Sebuah Lagu Iwan Fals dan Ebiet G. Ade
Lagu Ebiet G. Ade dalam sebuah tragedi 1981 lebih menyoroti sisi kepahlawanan Sang Nakhoda Kapal, Kapten Abdul Rivai, kadang nama ini ditulis Abdul Ryvay. Sementara Iwan Fals lebih menyoroti sisi teknis kapal bekas yang berakibat fatal dan sisi attitude korupsi sebagai bentuk kebejatan moral yang membawa korban.
Adakah tragedi sama yang lain tetapi diangkat menjadi lagu oleh 2 orang musisi dengan pandangan yang berbeda? Atau hanya kedua lagu diatas saja yang ada? Menarik untuk ditelusuri.
Moral cerita (biar kayak buku cerita anak-anak) yang bisa dipetik dari 2 lagu bertema sama (dalam case ini Tragedi Tenggelam Tampomas II) adalah:
Sumber : http://baradika.blogspot.com/2009/06/tragedi-karamnya-kmp-tampomas-ii.html
0 komentar:
Posting Komentar